Facebook menyesal menolak pinangan pemilik whats app
Tiba-tiba, mungkin itulah kata paling pas untuk menggambarkan keadaan
WhatsApp, platform sosial media yang diakusisi oleh Facebook. Tidak
tanggung-tanggung nilai akusisi mencapai Rp 220 trilyun.
Lalu apa yang membuat WhatsApp begitu seksi,sehingga Facebook rela merogoh kocek dalam-dalam untuk memiliki aplikasi instant messaging yang penggunanya sudah lebih dari 400 juta orang itu?
Kini, rata-rata pengguna smartphone memiliki lebih dari satu aplikasi messaging dalam satu gadget. LINE, Kakao Talk, We Chat, yang terbaru lintas platform Blackberry Messenger dan yang paling fenomenal, WhatsApp.
Dari semua itu, aplikasi dengan pengguna terbanyak di dunia tentunya WhatsApp,dan anda mungkin termasuk penggunanya juga?
Bagaimana rasanya menggunakan WhatsApp?
Rata-rata, pengguna smartphone juga lebih enjoy menggunakan WhatsApp karena memang lebih personal, dan lebih mengakrabkan dengan fitur grup chat.
Maka, setelah mengakuisisi twitter dan instagram, Facebook akhirnya menjatuhkan pilihannya untuk mengakuisisi WhatsApp.
Tidak banyak yang tahu, dibalik kesuksesannya kini,
ternyata pendiri WhatsApp memiliki kisah pahit manis perjuangan untuk meraih kesuksesan.
Adalah Jan Koum, seorang pemuda asal Ukraina berasal dari keluarga yang cukup miskin.
Umur 17 tahun ia membuat keputusan pindah ke Amerika dan ia pindah ke Amerika dengan semangat ‘American Dreams’.
Dari Gelandangan Sampai Office Boy
Di Amerika jangan kira hidupnya serba mudah.
Hanya bermodal subsidi pemerintah, jatah makan pun dari pemerintah setempat.
Setiap hari ia mengantri bersama warga penerima subsidi lain, agar mendapat makanan gratis.
Hidup beratapkan langit beralaskan tanah, kira-kira itu gambaran kehidupan Jan Koum saat itu.
Sukses Di WhatsApp Tetap Rendah Hati
Kini, WhatsApp menjelma menjadi aplikasi messaging dengan pengguna terbanyak di dunia (selain Blackberry Messenger dan Facebook), bahkan jumlah penggunanya mengalahkan twitter.
Facebook pun secara resmi mengakuisisi perusahaan milik Jan Koum dengan nilai pembelian Rp 220 Trilyun.
Jan Koum yang kini telah sukses mendatangi tempat dimana ia pernah hidup
menjadi gelandangan dulu.
Ia kemudian mendatangi lokasi antrian, dimana ia menunggu mendapat jatah makan gratis dari pemerintah.
Ia termenung, menangis, tak menyangka perusahaannya akan dibeli dengan nilai sebesar itu.
Jan Koum mengenang ibunya, yang kini telah meningal karena kanker.
Ibunya menjahitkan pakaian untuknya karena menghemat uang,Ia teringat kata-kata ibunya saat memberikan baju hasil jahitannya, “Tidak ada uang Nak!”.
Jan Koum membuktikan dengan pantang menyerah, doa, mengikuti kata hati, ia mampu meraih kesuksesan yang tak ternilai harganya.
Ia mampu terus berjuang, bahkan dari seorang gelandangan kini menjadi bilyuner.
Tidak ada putus asa, pantang menyerah, berani ikuti kata hati. Selamat, Jan Koum. Selamat, WhatsApp.
sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/02/26/pendiri-whatsapp-dari-gelandangan-jadi-bilyuner-637862.html
Lalu apa yang membuat WhatsApp begitu seksi,sehingga Facebook rela merogoh kocek dalam-dalam untuk memiliki aplikasi instant messaging yang penggunanya sudah lebih dari 400 juta orang itu?
Kini, rata-rata pengguna smartphone memiliki lebih dari satu aplikasi messaging dalam satu gadget. LINE, Kakao Talk, We Chat, yang terbaru lintas platform Blackberry Messenger dan yang paling fenomenal, WhatsApp.
Dari semua itu, aplikasi dengan pengguna terbanyak di dunia tentunya WhatsApp,dan anda mungkin termasuk penggunanya juga?
Bagaimana rasanya menggunakan WhatsApp?
Rata-rata, pengguna smartphone juga lebih enjoy menggunakan WhatsApp karena memang lebih personal, dan lebih mengakrabkan dengan fitur grup chat.
Maka, setelah mengakuisisi twitter dan instagram, Facebook akhirnya menjatuhkan pilihannya untuk mengakuisisi WhatsApp.
Tidak banyak yang tahu, dibalik kesuksesannya kini,
ternyata pendiri WhatsApp memiliki kisah pahit manis perjuangan untuk meraih kesuksesan.
Adalah Jan Koum, seorang pemuda asal Ukraina berasal dari keluarga yang cukup miskin.
Umur 17 tahun ia membuat keputusan pindah ke Amerika dan ia pindah ke Amerika dengan semangat ‘American Dreams’.
Dari Gelandangan Sampai Office Boy
Di Amerika jangan kira hidupnya serba mudah.
Hanya bermodal subsidi pemerintah, jatah makan pun dari pemerintah setempat.
Setiap hari ia mengantri bersama warga penerima subsidi lain, agar mendapat makanan gratis.
Hidup beratapkan langit beralaskan tanah, kira-kira itu gambaran kehidupan Jan Koum saat itu.
Untuk menyambung hidup dan memiliki penghasilan,
Jan Koum bekerja sebagai tukang bersih-bersih supermarket, alias office
boy.
Ditengah kesulitan yang dialaminya, ibunya didiagnosa kanker. Jan
Koum pantang menyerah.
Sambil mencari penghasilan, ia memutuskan
mengambil kuliah di San Jose University.
Ditengah jalan ia drop out
karena lebih senang belajar programming, ilmu yang sesuai passionnya,
secara otodidak.
Nekat Masuk Yahoo
Semakin hari kemampuan Jan Koum meningkat.
Dengan
keahliannya, Jan Koum memutuskan untuk melamar kerja di Yahoo tanpa
modal ijasah karena ia drop out.
Ternyata ia diterima kerja di Yahoo.
Jan Koum diposisikan sebagai engineer,ia bekerja di yahoo selama 10
tahun.
Di Yahoo ia semakin berkembang, karena bekerja di bidang yang
sesuai dengan passionnya.
Di Yahoo juga ia bertemu kawan yang kelak
menjadi partnernya dalam membangun WhatsApp, Brian Action.
Pindah Dari Yahoo, Tapi Ditolak Perusahaan Sebelah
Tahun 2009 Jan Koum dan Brian Action mengundurkan
diri dari Yahoo.
Keluar dari Yahoo, mereka melamar kerja ke perusahaan
lain yang tengah naik daun, yaitu Facebook. Dengan spirit yang sama,
untuk belajar dan berkembang.
Namun facebook menolak lamaran kerja
mereka,boleh jadi sekarang facebook menyesal karena dulu menolak lamaran kerja
Jan Koum dan Brian Action.
Ditolak Facebook, mereka mulai memutuskan
mulai merancang aplikasi yang kini menjadi aplikasi paling fenomenal,
WhatsApp.
moneycnn.com
Sukses Di WhatsApp Tetap Rendah Hati
Kini, WhatsApp menjelma menjadi aplikasi messaging dengan pengguna terbanyak di dunia (selain Blackberry Messenger dan Facebook), bahkan jumlah penggunanya mengalahkan twitter.
Facebook pun secara resmi mengakuisisi perusahaan milik Jan Koum dengan nilai pembelian Rp 220 Trilyun.
Ia kemudian mendatangi lokasi antrian, dimana ia menunggu mendapat jatah makan gratis dari pemerintah.
Ia termenung, menangis, tak menyangka perusahaannya akan dibeli dengan nilai sebesar itu.
Jan Koum mengenang ibunya, yang kini telah meningal karena kanker.
Ibunya menjahitkan pakaian untuknya karena menghemat uang,Ia teringat kata-kata ibunya saat memberikan baju hasil jahitannya, “Tidak ada uang Nak!”.
Jan Koum membuktikan dengan pantang menyerah, doa, mengikuti kata hati, ia mampu meraih kesuksesan yang tak ternilai harganya.
Ia mampu terus berjuang, bahkan dari seorang gelandangan kini menjadi bilyuner.
Tidak ada putus asa, pantang menyerah, berani ikuti kata hati. Selamat, Jan Koum. Selamat, WhatsApp.
sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/02/26/pendiri-whatsapp-dari-gelandangan-jadi-bilyuner-637862.html
Comments
Post a Comment